Oleh: Al Ustadz Dzulqarnain
Mencermati perjalanan kata “cinta” di tengah manusia adalah suatu hal
yang mengherankan bagi penuntut kehidupan kekal abadi, pengelana ke
negeri akhirat. Dalam kehidupan ini, banyak insan rela untuk berkorban
bagi siapa yang dia cintai, tidak peduli dengan rintangan yang harus
dihadapi guna membuat yang dia cintai tenang dan bahagia. Betapa dia
memberikan perhatian kepada kecintaannya dan berusaha untuk memenuhi
segala kebutuhannya. Terasa hatinya gundah-gulana tatkala yang
dicintainya dirundung duka dan kesedihan. Atau amatlah besar kepedihan
hati dan kesengsaraan tatkala dia mendapatkan dari yang dia cintai ada yang selain dari apa yang dia harapkan.
Memang merupakan tabiat manusia untuk mencintai siapa yang berbuat baik
kepadanya, atau paling tidak membalas budi kepadanya, dan ini adalah
dasar pokok tumbuhnya cinta pada sebagian manusia kepada sebahagian
lainnya. Namun, bukankah segala nikmat dan kebaikan yang dia dapatkan
dari orang yang dicintainya adalah berasal dari Allah?
“Dan apa
saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya), dan
bila kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kalian
meminta pertolongan.” [An-Nahl: 53]Adakah suatu
nikmat yang dia berikan kepada orang yang dia cintai tidak berasal dari
Allah ‘Azza wa Jalla, sedang dia mengetahui bahwa hanya milik Allah-lah
segala yang di langit dan di bumi?
Inilah letak keheranan sekaligus renungan pelajaran dalam samudra kehidupan yang penuh dengan cobaan dan godaan ini.
Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa tiada kebahagiaan dan
keberuntungan yang lebih besar dari kecintaan kepada Allah. Itulah surga
dunia dan kenikmatan hakiki.Kecintaan
kepada Allah adalah kenikmatan jiwa, kehidupan ruh, kegembiraan diri,
energi hati, cahaya akal, penyejuk mata dan kemakmuran batin. Tiada hal
yang lebih nikmat dan lebih sejuk bagi hati yang sehat, jiwa yang baik,
dan akal yang jernih dari kecintaan kepada Allah, rindu untuk beribadah
kepada-Nya dan berjumpa dengan-Nya.
Kecintaan kepada Allah
ialah ruh kehidupan, siapa yang luput darinya maka tergolong ke dalam
bangkai-bangkai yang berjalan. Ia adalah cahaya, siapa yang tidak
berbekal dengannya maka dia akan berada dalam lautan kegelapan. Ia
adalah penyembuh, siapa yang tidak memilikinya maka hatinya akan
terjangkit oleh seluruh penyakit. Dan ia adalah kelezatan, siapa yang
tidak menemukannya maka hidupnya hanya sekedar gundah gulana dan
kepedihan.Kecintaan
kepada Allah inilah yang mengantarkan hamba kepada negeri yang hanya
dapat dicapai setelah menjalani berbagai rintangan dan kesulitan. Dan
dengan cinta inilah, seorang hamba meraih kedudukan dan derajat yang
didambakan oleh setiap hamba yang shalih.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ
فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ“Ada tiga
perkara, yang barangsiapa perkara-perkara tersebut terdapat padanya,
maka dia akan merasakan kelezatan iman, (yaitu) hendaknya Allah dan
Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, hendaknya dia cinta
kepada seseorang, tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah dan
hendaknya dia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci
untuk dilemparkan ke dalam neraka.”
Membahas masalah kecintaan
kepada Allah adalah menyibak samudra yang sangat luas. Namun cukuplah
di sini kita mengisyaratkan akan tiga hal.
Kecintaan kepada Allah adalah pondasi ibadah.Berkata Ibnu
Taimiyah, “Kecintaan kepada Allah, bahkan kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya termasuk kewajiban yang paling agung, dasarnya yang paling
besar dan pondasinya yang mulia. Bahkan dia adalah dasar setiap amalan,
dari berbagai amalan keimanan dan agama.”
Ibnul Qayyim bertutur
pula, “Pondasi ibadah adalah cinta kepada Allah. Bahkan mengesakan
Allah adalah dengan kecintaan itu, di mana segala cinta hanya untuk
Allah. Tidak boleh selain Allah dicintai bersama Allah. Akan tetapi
kecintaannya hendaknya karena Allah dan pada Allah, sebagaimana dia
mencintai para nabi dan rasul, para malaikat dan para wali. Kecintaannya
kepada mereka adalah dari kesempurnaan kecintaannya kepada Allah dan bukan cinta kepada mereka bersama Allah.”
Maksudnya bahwa segala cinta itu hanya untuk Allah. Bila seorang hamba
memberi cinta kepada makhluk, maka kecintaan tersebut juga karena Allah
dan karena melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana seorang mukmin cinta
kepada para nabi, para malaikat, kaum mukminin dan selainnya. Adapun
siapa saja yang mencintai makhluk dengan cinta ibadah, atau di samping
cinta kepada Allah dia juga mencintai makhluk maka hal tersebut
tergolong perbuatan kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari
keislaman, sebagaimana dalam firman Allah,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaa-Nya (niscaya mereka menyesal).” [Al-Baqarah: 165]
Tanda-tanda Cinta kepada Allah
Berikut ini beberapa ayat yang menjelaskan tanda-tanda kecintaan kepada Allah.
Di antaranya adalah firman Allah,Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Âli ‘Imrân: 31]
Ayat ini
menjelaskan bahwa tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah dengan
mengikuti Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wa sallam dalam segala tuntunan
dan syariat yang beliau bawa, secara zhahir maupun bathin.
Selanjutnya, firman Allah Ta’âlâ,
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al-Mâ`idah: 54]
Dalam ayat ini terdapat empat tanda kecintaan hamba kepada Allah:
Pertama, dia berlemah lembut kepada sesama mukmin.
Kedua, dia bersikap keras dan benci kepada orang-orang kafir.
Ketiga, dia berjihad di jalan Allah dengan segala kemampuannya, baik dengan harta, lisan, badan maupun hatinya.Keempat, dia tidak takut terhadap celaan manusia dalam menjalankan perintah-perintah Allah ‘Azza wa Jalla.
Selain itu, dari tanda kecintaan kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla
adalah mendahulukan Allah dan Rasul-Nya di atas segala perkara. Allah
Jalla Sya’nuhu berfirman,
“Katakanlah, “Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan tempat-tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah
dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan Keputusan-Nya,” Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.” [At-Taubah: 24]Dari tanda kecintaan hamba kepada Allah adalah benci kepada apa yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sebab-sebab Penumbuh Cinta kepada Allah
Ibnul Qayyim rahimahullâh menyebutkan sepuluh sebab yang akan
menumbuhkan dan menambah rasa cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.
Berikut sepuluh sebab tersebut.
1. Membaca Al-Qur`ân dengan tadabbur dan memahami maknanya.
2. Memperbanyak ibadah nafilah (sunnah) setelah menunaikan ibadah-ibadah wajib.3. Memperbanyak dzikir kepada Allah dalam segala keadaan.
4. Lebih mendahulukan pelaksanaan dari apa yang dicintai oleh Allah, walaupun hal tersebut menyelishi hawa nafsunya.
5. Membawa hati untuk mencermati nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menelusuri taman-tamannya.
6. Menyaksikan kebaikan, kebajikan dan nikmat-nikmat Allah kepada makhluk-Nya.
7. Menundukkan diri di hadapan Allah Subhânahu wa Ta’âla.8. Berkhalwat dan bermunajad kepada-Nya di waktu malam, terkhusus pada sepertiga malam terakhir.
9. Duduk dengan orang-orang shalih.
10. Menghindari segala sebab yang bisa memisahkan antara hatinya dengan Allah ‘Azza wa Jalla.
Tentunya sepuluh sebab di atas bersumber dan dari berbagai keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang senantiasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan beramal dengan ketaatan. Wallâhu Ta’âla A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar