Jangan Berbicara Keras Seperti
Keledai
atu akhlak mulia lagi diajarkan oleh
Lukman kepada anaknya ketika ia memberi wasiat padanya yaitu sikap tawadhu’
dan bagaimana beradab di hadapan manusia. Di antara yang dinasehatkan Lukman Al
Hakim adalah mengenai adab berbicara, yaitu janganlah berbicara keras seperti
keledai.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.” (QS. Lukman: 19).
Berjalanlah dengan
Tawadhu’
Mengenai ayat,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
“Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan”, yang dimaksud adalah berjalan dengan sikap pertengahan.
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti
orang malas. Jangan terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun
bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, antara cepat dan lambat.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Ulama lain menerangkan yang dimaksud
dengan perkataan Lukman adalah agar tidak bersikap sombong dan perintah untuk
bersikap tawadhu’.
Syaikh As Sa’di rahimahullah
menjelaskan, “Yang dimaksud adalah berjalanlah dengan sikap tawadhu’ dan
tenang. Janganlah bersikap sombong dan takabbur. Jangan pula berjalan seperti
orang yang malas-malasan.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Keutamaan sifat tawadhu’ disebutkan
dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ
مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ
أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi
harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan
akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat
tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya”
(HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan
derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya
mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan
kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan
memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia
(Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Ibnul Jauzi berkata, “Berjalanlah
bersikap pertengahan. Janganlah berjalan dengan sikap sombong dan jangan
terlalu cepat (tergesa-gesa). ‘Atho’ berkata, “Jalanlah dengan tenang dan
jangan tergesa-gesa.” (Zaadul Masiir, 6: 323)
Beradab Ketika Berbicara
Selanjutnya Lukman mengajarkan pada
anaknya mengenai adab dalam berbicara. Dalam ayat disebutkan,
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu
Katsir, maksud ayat ini, jangalah berbicara keras dalam hal yang tidak
bermanfaat. Karena sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Mujahid berkata,
“Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Jadi siapa yang berbicara dengan
suara keras, ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara. Dan suara
seperti ini dibenci oleh Allah Ta’ala. Dinyatakan ada keserupaan menunjukkan
akan keharaman bersuara keras dan tercelanya perbuatan semacam itu sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ
السَّوْءِ ، الَّذِى يَعُودُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِى قَيْئِهِ
“Tidak ada bagi kami permisalan
yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang
menjilat kembali muntahannya”[1] (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 58)
Syaikh As Sa’di rahimahullah
berkata, “Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan manfaat, tentu
tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek
dan menunjukkan kelakuan orang bodoh.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 648).
Sungguh tanda tidak beradabnya
seorang muslim jika ia berbicara dengan nada keras di hadapan orang tuanya
sendiri, apalagi jika sampai membentak.
Mengenai suara keledai, kita diminta
meminta perlindungan pada Allah ketika mendengarnya. Hal ini berbeda dengan
suara ayam berkokok. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا سَمِعْتُمْ
صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ، فَإِنَّهَا رَأَتْ
مَلَكًا ، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kalian mendengar ayam
jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena
sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai
meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan
syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Muslim no. 3303
dan Muslim no. 2729).
Tersisa Nasehat Lukman:
Allah akan Senatiasa Menjaga Titipannya
Masih ada nasehat Lukman lainnya
yang tidak disebutkan dalam surat Lukman.
Imam Ahmad berkata: Telah
menceritakan pada kami ‘Ali bin Ishaq, ia berkata, telah menceritakan pada kami
Ibnul Mubarok, ia berkata, telah menceritakan pada kami Sufyan, ia
berkata, telah menceritakan padaku Nahsyal bin Majma’ Adh Dhobiy, ia
berkata, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَنَّ لُقْمَانَ
الْحَكِيمَ كَانَ يَقُولُ « إِنَّ اللَّهَ إِذَا اسْتُودِعَ شَيْئاً حَفِظَهُ »
“Lukman Al Hakim pernah berkata:
Sesungguhnya Allah jika dititipkan sesuatu pada-Nya, pasti Dia akan menjaganya.”
(HR. Ahmad 2: 87. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Jika hamba menitipkan keluarganya
ketika safar, maka Allah akan senantiasa menjaga mereka. Sebagaimana yang
diajarkan dalam do’a ketika safar,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ وَدَّعَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَسْتَوْدِعُكَ
اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika berpisah denganku, beliau
berkata, “Astawdi’ukallahalladzi laa tadhi’u wadaa-i’uhu” (Aku
menitipkan engkau pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya)”
(HR. Ibnu Majah no. 2825. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Berakhir pula nasehat-nasehat Lukman
Al Hakim yang bisa kita gali dari berbagai kitab tafsir dan penjelasan ulama
yang ada. Moga dapat menjadi penyemangat kita dalam berakhlak mulia.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar